Ternate (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) menggelar pameran lintas sejarah perjalanan uang rupiah mulai dari masa penjajahan hingga kemerdekaan Indonesia yang dipusatkan di Museum Kesultanan Ternate, Maluku Utara (Malut) pada 27 -29 Januari 2023.
"Selain ragam mata uang rupiah dari masa ke masa sejak zaman Kesultanan hingga tahun 1959 hingga Emisi sekarang 2022. Uang kuno khas Maluku pada masa pemerintahan Hindia Belanda juga ikut dipamerkan sebagai bahan edukasi untuk para pengunjung terutama pelajar," kata Kepala Divisi Museum Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Dandy Indarto Seno dihubungi di Ternate, Minggu.
Ia menyebutkan mata uang lain yang juga dipamerkan antara lain, real Spanyol emisi tahun 1736 dan bonk di tahun 1798 dimana bonk ini terbuat dari sisa-sisa material meriam yang dipecahkan dan diberi stempel. Dan juga mata uang Rijksdaalder yakni uang kertas pertama di nusantara tahun 1805.
Menariknya, di pameran ini BI juga memajang uang token Roterdam – Bajcan Cultuurmaatschappij, dimana mata uang ini berbentuk logam dan berbahan dasar nikel diproduksi oleh sebuah perusahaan perkebunan Hindia Belanda di Bacan, Maluku Utara.
Dia menjelaskan uang token adalah jenis mata uang yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan perkebunan di masa pemerintahan Hindia Belanda sebagai alat transaksi di wilayah tersebut.
"Kalau uang token adalah uang yang diedarkan di suatu wilayah tertentu, misalkan di perkebunan di waktu masa penjajahan dulu, karena uang token tempo dulu bukan hanya ada pulau Jawa dan Sumatera, di wilayah Malut, pada saat itu ada perusahaan perkebunan pemerintah Hindia Belanda bernama Roterdam – Bajcan Cultuurmaatschappij juga mengeluarkan uang itu antara tahun 1892-1911," katanya.
Uang logam yang dipamerkan ini berbahasa Belanda dengan angka 1 Gulden di sebelah dan nama perusahaan perkebunan (Roterdam – Bajcan Cultuurmaatschappij) di sebelahnya lagi.
Bahkan, uang token itu banyak ditemukan di wilayah Sumatera serta di Malut. Uang token itu kemudian berkembang di perkebunan-perkebunan waktu itu yang dikuasai oleh Belanda seperti pada perkebunan kopi, lada, kakao, pala yang ada disini waktu itu. Kemudian uang itu hanya digunakan untuk transaksi di perkebunan, tidak di luar perkebunan.
Dandy mengatakan pameran di Museum Kesultanan Ternate selain memberikan edukasi ke masyarakat untuk mengenal dan mencintai rupiah juga memberikan gambaran yang lebih luas dan lebih lengkap bahwa Kesultanan Ternate itu punya sejarah yang begitu panjang.
"Titik nol rempah, itu ada di Malut, kemudian sejak jaman dulu Ternate itu sudah melakukan perdagangan lokal sekitar sini bahkan sampai perdagangan internasional, sampai kemudian Portugis datang, Spanyol juga datang terus Belanda dan Inggris," katanya.
Oleh karena itu, dia meminta bagi penggemar yang ingin melihat koleksi uang-uang dari masa ke masa yang belum sempat hadir atau adanya kesibukan silakan berkunjung jika sudah ada waktu luang untuk melihat koleksi uang-uang dari dulu hingga kini di Museum Sultan Iskandar M. Djabir Sjah, kompleks Kedaton Kesultanan Ternate itu.
"Silahkan datang berhubungan langsung dengan Museum Kedaton Ternate karena koleksi-koleksi ini kami tidak bawa lagi ke Jakarta," katanya.
Kehadiran BI di Museum Kesultanan Ternate, terlebih penting untuk memberikan edukasi yang menyenangkan supaya masyarakat bisa belajar sekaligus terhibur.
"Kepada pelajar dan dan masyarakat umum agar tahu bahwa kita punya kebanggaan sejarah, Sejarah Ternate itu panjang. Mari kita semua mulai mencintai rupiah cinta rupiah paham rupiah dan bangga rupiah, rupiah itu diperjuangkan dengan susah payah," katanya.
Bank Indonesia gelar pameran uang rupiah di Museum Kesultanan Ternate
Minggu, 29 Januari 2023 16:08 WIB