Ambon, (Antara Maluku) - Puluhan supir Angkutan Kota (Angkot) meminta Pemerintah Kota Ambon mengkaji ulang penyesuaian tarif angkutan jalan penumpang umum kelas ekonomi yang mulai diberlakukan 24 Juni 2013.
Menurut mereka, tarif yang ditetapkan tidak sesuai dengan penghasilan dan jumlah biaya yang dikeluarkan pascakenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).t
"Kami keberatan dengan tarif yang ditetapkan karena tidak dapat menutup penghasilan serta jumlah yang harus disetor ke pengusaha angkutan," kata salah seorang supir angkot jurusan Kudamati, Melky Manuputty, Senin.
Menurut dia, seluruh supir angkot meminta tarif angkutan dalam kota yang ditetapkan sebesar Rp2.500 - Rp2.600 dinaikkan menjadi Rp3.000 untuk masyarakat umum, sedangkan pelajar dan mahasiswa Rp2.000 dari tarif semula Rp1.300.
"Kami minta tarif tersebut dinaikkan mengingat tarif tersebut merugikan kami selaku supir , karena harga BBM yang naik menjadi Rp6.500 per liter tidak mencukupi penghasilan kami yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga," katanya.
Sementara itu Kaimudin supir angkutan rute Batu Merah menambahkan, Pemkot dan Organda juga harus mempertimbangkan kenaikan harga suku cadang yang juga mengalami kenaikan harga.
"Bukan hanya BBM yang naik, suku cadang juga mengalami kenaikan harga sehingga mempengaruhi penghasilan," ujarnya.
Sekretaris Kota Ambon, Anthony Gustaf Latuheru menyatakan pihaknya menampung aspirasi pengemudi angkot yakni perubahan tarif angkot dalam kota.
"Seluruh aspirasi kami tampung, selanjutnya kami juga akan berkoordinasi dengan pengusaha angkot di Ambon untuk mendengar aspirasi," katanya.
Ia mengakui, penyesuaian tarif yang dilakukan di Ambon lebih tinggi dari penetapan pemerintah pusat yakni 20 persen.
"Tarif yang ditetapkan sebesar 25-32 persen jauh berbeda dengan yang ditetapkan pemerintah pusat, karena kami mempertimbangkan kondisi geografis Ambon tetapi juga tingkat ekonomi masyarakat. Kami tidak ingin menyengsarakan masyarakat tetapi juga tidak ingin supir angkutan dirugikan," katanya.
Anthony menambahkan, dalam waktu dekat pihaknya akan berkoordinasi dengan pengusaha angkutan guna membicarakan perjanjian kerja pengemudi dan pengusaha, dan pertimbangan kenaikan jumlah setoran yang harus dibayar pengemudi.
"Yang terjadi selama ini para supir tidak memiliki perjanjian kerja, sehingga jika terjadi kecelakaan lalu lintas seluruhnya menjadi tanggungan supir, selain itu yang harus diperhatikan juga adalah penghasilan para supir," katanya.