Ambon (Antara Maluku) - PT Gemala Borneo Utama (GBU) selaku perusahaan yang memiliki izin eksplorasi tambang emas di Pulau Romang, Kabupaten Maluku Barat Daya, memiliki hak untuk melakukan analisasi terhadap sampel material.
"Analisa sampel ini tidak bisa dilakukan di Pulau Romang sebab tidak ada lahan untuk membangun laboratorium," kata Kadis Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Maluku Barat Daya, Rony Kakerissa di Ambon, Rabu.
Pemkab MBD juga menginginkan pihak perusahaan membangun laboratorium analisa sampelnya di daerah itu, namun keterbatasan lahan membuat mereka harus mengangkut material ke luar daerah untuk dianalisa.
Sesuai aturannya, kata Rony, izin eksplorasi yang dikantongi perusahaan itu delapan tahun dan sekarang proses eksplorasinya sudah berjalan tujuh tahun.
Sekarang ini PT GBU telah mengajukan izin operasional produksi, dan kalau tidak diajukan maka perusahaan harus keluar dari Pulau Romang sebab izin eksplorasinya sudah berakhir.
Sebab aturan ini sudah jelas diatur dalam Undang-undang nomor 4 tahun 2010 tentang pertambangan mineral dan batubara.
"Rincian delapan tahun dalam UU ini terdiri dari enam tahun kegiatan eksplorasi untuk mencari deposit mineral yang berpotensi dan layak ditambang atau tidak," katanya.
Kemudian tenggang waktu satu tahun dipakai untuk kegiatan studi kalayakan dan penyelidikan umum selama setahun.
Butiran emas di Pulau Romang terbentuk dari batuan sulvida dan oksida yang proses pembentukan awalnya di dasar laut dan muncul ke permukaan sehingga resiko dalam melakukan produksinya juga sangat riskan.
Berbeda dengan emas di Papua yang ditangani PT Freeport yang tipikalnya hydrotermal dan sangat menguntungkan untuk kegiatan produksi.