Ambon (ANTARA) -
Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, Maluku, menerapkan sistem kerja bergilir bagi aparatur sipil negara (ASN) sebagai bagian dari penyesuaian kebijakan efisiensi anggaran tanpa mengganggu pelayanan publik kepada masyarakat.
“Kebijakan tersebut dilakukan akibat pemangkasan tambahan penghasilan pegawai (TPP) yang mencapai 50 persen. Dari sebelumnya yang misalnya sebesar Rp78 miliar per tahun, anggaran TPP ASN kini tersisa Rp39 miliar,” kata Wali Kota Ambon Bodewin M. Wattimena, di Ambon, Senin.
Ia menjelaskan dalam skema kerja bergilir tersebut, ASN akan dibagi dalam dua shift kerja. Pada pekan pertama, pegawai masuk kantor selama tiga hari dan libur dua hari, kemudian pada pekan berikutnya masuk dua hari dan libur tiga hari. Dengan pola ini, setiap ASN hanya masuk kantor selama setengah tahun secara akumulatif.
“Ini akan berlaku tahun depan. Meski jumlah pegawai yang masuk kantor berkurang, Pemkot Ambon memastikan pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan normal. Pengaturan shift kerja dilakukan agar setiap unit kerja tetap terisi dan tidak terjadi kekosongan layanan,” ujarnya.
Wali kota mengakui saat ini terjadi kelebihan pegawai, terutama setelah penyelesaian persoalan tenaga honorer melalui pengangkatan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), termasuk adanya PPPK paruh waktu, sehingga kondisi tersebut mendorong pemerintah daerah melakukan penyesuaian jumlah ASN yang aktif setiap hari.
Kebijakan kerja bergilir ini, menurut dia, tidak menyalahi aturan karena Pemkot Ambon telah menyurati Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk menyampaikan penyesuaian sistem kerja melalui mekanisme kerja dari rumah atau work from home (WFH).
Pemkot Ambon menegaskan penerapan sistem kerja bergilir dan WFH dilakukan semata-mata untuk efisiensi belanja yang tidak prioritas, serta diyakini tidak akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintahan kepada masyarakat.
Pemerintah Kota Ambon juga akan melakukan evaluasi berkala terhadap penerapan sistem kerja bergilir tersebut guna memastikan efektivitas kebijakan, disiplin ASN, serta kualitas pelayanan publik tetap terjaga di tengah keterbatasan anggaran yang dihadapi daerah.
