Ambon, 10/11 (Antara Maluku) - Timang Sumiati alias Bunda (48) asal Kendari didakwa melanggar pasal 197 juncto pasal 98 ayat (2) dan pasal 197 juncto pasal 106 ayat (1) Undang-Undang RI nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan karena menjual obat mengandung cartsopradol yang dilarang.
"Obat keras jenis CCP ini sudah dilarang untuk diproduksi serta diedarkan oleh Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan sejak tahun 2013," kata jaksa penuntut umum Kejari Ambon, Kety Lesbata di Ambon, Kamis.
Terdakwa ditahan anggota polisi dari Ditresnarkoba Polda Maluku pada tanggal 6 Mei 2016 lalu dan saat ini sementara menjalani proses persidangan di Kantor Pengadilan Negeri Ambon.
Menurut jaksa, terdakwa bisa terancam hukuman maksimal selama 15 tahun penjara sesuai pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang Keseharan.
Wanita kelahiran Wajo tahun 1968 ini awalnya membeli 1.000 butir obat CCP tersebut dari seseorang di tempat asalnya bernama Poce seharga Rp1,250 juta dan membawanya ke Ambon dengan melalui kapal laut dan menetap pada sebuah tempat kos di samping Swalayan Planet Ambon.
Beberapa hari kemudian terdakwa menjual obat tersebut di kompleks Pelabuhan Yos Sudarso. melalui saksi Hanna Rut alias Citra dengan harga Rp5.000 per butir atau satu plastik bening ukuran sedang seharga Rp50.000 untuk sepuluh butir.
Selanjutnya saksi Citra menjual obat ini kepada sejumlah pramuria di tempat hibuan karaoke Nagoya secara berulang kali dengan harga yang naik menjdi Rp100.0000 per sepuluh butir sehingga terdakwa mendapatkan keuntungan Rp3 ,7 juta.
Namun informan polisi yang mencurigai obat berbentuk tablet dan berwarna putih yang dijual terdakwa langsung melaporkannya transkasi penjualan obat tersebut ke Ditresnarkoba Polda Maluku.
Polisi kemudian membuntuti terdakwa sampai di tempat kosnya dan melakukan pemeriksaan hingga menemukan barang bukti ratusan butir obat mengandung cartsopradol dan melakukan penyitaan, sebab yang bersangkutan juga tidak memiliki surat izin resmi penjualan obat.
Sebanyak butir sampel obat tersebut dikirim ke BPOM Ambon untuk diteliti dan ternyata sudah ada larangan produksi serta edar sejak tahun 2013 lalu oleh BPOM, baik yang dijual melalui apotik resmi maupun pedagang kecil.
Dalam proses persidangan dipimpin ketua majelis hakim PN Ambon, Mathius didampingi Esau Yarisetou dan Philip Panggalla dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari BPOM Ambon, dijelaskan kalau obat yang dijual terdakwa termasuk golongan obat keras.
"Saki mengakui kalau penggunaan obat ini dapat menimbulkan ketergantungan dan efek negatif bagi kesehatan manusia berupa gangguan ginjal serta organ vital penting lainnya," kata jaksa.