Ambon, 11/3 (Antara Maluku) - Pemerintah telah memprogramkan pembangunan 30.000 embung atau waduk di seluruh Indonesia sehingga semua anggaran pemberdayaan dikonsentrasikan ke sana bersama Kementerian PUPR, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta beberapa menteri terkait.
"Validasi kami, di Maluku ada 470 lokasi tetapi kita akan cek lagi melalui gubernur, Dinas PU dan Dinas Pertanian, kira-kira daerah mana yang membutuhkan sehingga pembangunan embung ini memberi dampak terhadap kebutuhan air untuk melipat-gandakan pertanian, irigasi dan pasiriwata," kata Dirjen Pembangunan Kawasan Perdesaan, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Josua Max Jeltuwu di Ambon, Sabtu.
Sumber air terbesar Maluku ada di Pulau Seram dan Pulau Buru, tetapi wilayah MBD, MTB atau Kepulauan Aru masih terbatas air bersih sehingga dibutuhkan data yang valid pembangunan embung untuk kebutuhan air baku dan juga peningkatan produksi pertanian yang dihasilkan Maluku ke depan.
Menurut dirjen program lainnya adalah instrumen yang disebut sebagai prodes atau program kebutuhan desa dan prokades atau program unggulan kawasan perdesaan.
Setiap bupati dan wali kota seluruh Indonesia diminta mengeluarkan surat keputusan kawasan menurut cara pandang, analisis, dan tata ruang setiap daerahnya sehingga ditentukan potensialnya untuk pengembangan komoditi yang tepat seperti kakao, kelapa dalam, pisang, rumput laut, atau ikan.
Nantinya akan dibedah dalam konteks kawasan agar koordinasi dengan lintas sektor tidak lagi dalam bentuk lain, karena yang terjadi adalah kepala desa mengirim proposal kepada menteri.
Kalau 4.000 kades kirim proposal kepada menteri lalu bagaimana caranya kita melayani mereka, sehingga semua proposal dikembalikan dan harus diklarifikasi dengan Bappeda setempat.
"Jangan karena kades punya media sosial seperti WA, FB, atau Twitter, lalu mudahnya berkomunikasi dengan menteri kemudian mengirim proposal, dan kita tidak menolaknya tetapi minta diklarifikasi dengan Bappeda," ujarnya.
Yang menjadi kendala di Maluku adalah jalan usaha tani, jalan produksi, dan akses terhadap apa yang perlu dihasilkan masyarakat di Maluku termasuk akses pengembangan bidang parisiwasata.
Pemerintah dalam tahun ini juga akan mengembangkan program Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) serta Badan Usaha Milik Desa Bersama.
Dikatakan program ini berbeda dengan koperasi karena Bumdes memiliki matra sosial dan menjadi aset desa, dan Bumdes juga merupakan sebuah lembaga ekonomi karena dibentuk dengan peraturan desa untuk menyusun berbagai bentuk kegiatan ekonomi yang bersumber dari dana desa.
Jadi jangan berpikir dana desa hanya untuk membangun infrastruktur jalan desa atau jembatan dan tambatan perahu, karena itu merupakan bagian dari urusan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
"Presiden berhadap dana desa itu tidak dipakai dalam bentuk kontraktual karena tidak ada proyek di dalam dana desa dan semuanya wajib swakelola atau padat karya sehingga uang itu beredar di masyarakat dan didayagunakan sebesar-besarnya untuk kegiatan msyarakat," tandas Dirjen.
Dirjen berada di Ambon mewakili Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sanjoyo dalam rangka pelantikan Pengurus Wilayah Fatayat Nahdlatul Ulama Provinsi Maluku, diketuai Habiba Pelu dan Pengurus Cabang Fatayat NU Kota Ambon periode 2017-2021.