Lomba mancing internasional atau "Widi International Fishing Tournament" (WIFT) yang digelar di perairan Pulau Widi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara (Malut), tanggal 25-29 Oktober 2017 dinilai sukses, walaupun Presiden Joko Widodo batal menghadiri pembukaannya.
Meskipun demikian, berbagai permasalahan yang mengemuka dalam perhelatan WIFT, seperti keterbatasan fasilitas penunjang dan anggaran, tidak mengurangi penilaian atas kesuksesan penyelenggaraan lomba mancing internasional yang pertama kali memperebutkan Piala Presiden RI itu.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Malut yang juga Ketua Panitia Daerah WIFT M. Buyung Rajilun menyebut sejumlah indikator kesuksesan pelaksanaan WIFT, di antaranya adanya tiga rekor MURI yang diraih kegiatan itu.
Rekor MURI pertama dari segi banyaknya peserta WIFT, yakni tercatat 51 tim klub mancing profesional, 13 tim klub di antaranya dari mancanegara dengan jumlah peserta keseluruhan 362 orang.
Rekor MURI kedua adalah banyaknya kapal ikan yang digunakan dalam penyelenggaraan WIFT, yakni berjumlah 51 kapal dan rekor MURI ketiga sebagai daerah pertama di Indonesia yang mengusulkan sebagai tujuan wisata mancing dunia.
Hal lain yang juga menggembirakan bagi Panitia Daerah WIFT, menurut Buyung Rajilun, adalah kepuasan para peserta WIFT atas lokasi lomba mancing di perairan Pulau Widi yang dilukiskan sebagai salah satu lokasi mancing terbaik di dunia.
Perairan Pulau Widi banyak memiliki jenis ikan, termasuk di antaranya jenis ikan monster, yang selalu dicari pemancing dalam setiap lomba mancing karena jenis ikan yang berada di kedalaman ratusan meter ini jika tertangkap memiliki nilai tertinggi, yakni 200 poin.
Para peserta WIFT selama berada di Pulau Widi, selain menikmati tantangan dan sensasi memancing ikan, juga mereka mengaku dimanjakan dengan pemandangan pantai pasir putih Pulau Widi dan gugusan pulau-pulau kecil di sekitarnya yang eksotik.
Buyung Rajilun mengaku semua peserta WIFT mengusulkan agar kegiatan WIFT kembali digelar pada tahun berikutnya, karena mereka merasa belum puas menikmati tantangan dan sensasi memancing di perairan yang berbatasan dengan Raja Ampat, Papua Barat itu.
Bahkan, sedikitnya ada sepuluh klub mancing peserta WIFT yang telah memprogramkan untuk menghabiskan waktu libur akhir tahun di Pulau Widi untuk memancing, yang seluruh kebutuhan untuk kegiatan itu disiapkan sendiri.
Keterbatasan fasilitas penunjang di Pulau Widi, termasuk akses untuk mencapainya tidak menjadi masalah, karena bagi mereka potensi perairan Pulau Widi sebagai tujuan wisata mancing mengalahkan semua kendala yang ada.
Titik Mancing Dunia
Kesuksesan penyelenggaraan WIFT menjadi dorongan tersendiri bagi Gubernur Malut Abdul Ghani Kasuba untuk mengupayakan perairan Pulau Widi menjadi titik wisata mancing dunia dengan mengusulkannya kepada sejumlah asosiasi mancing dunia.
Kalau usulan itu bisa dipenuhi maka akan memuluskan program Malut untuk menjadikan Pulau Widi sebagai tujuan wisata mancing dunia, yang akan memberi kontribusi besar terhadap kunjungan wisatawan mancanegara ke Malut.
Untuk mendukung terwujudnya program itu, Pemprov Malut akan menggelar WIFT setiap tahun dan diharapkan dapat masuk dalam kalender kegiatan wisata nasional di Kementerian Pariwisata RI.
Menurut Gubernur, upaya lain yang akan dilakukan untuk mendukung program Pulau Widi sebagai tujuan wisata mancing dunia adalah membenahi semua infrastruktur yang dibutuhkan di pulau itu, seperti akomodasi dan jaringan telekomunikasi karena saat ini di sana akses informasinya masih terbatas.
Akses untuk mencapai Pulau Widi juga akan dibenahi. Tahap pertama diprioritaskan pada pembenahan infrastruktur jalan dari Sofifi, Ibu Kota Provinsi Malut, ke Ranga-Ranga, Kecamatan Gane Timur, yang merupakan pintu keluar masuk ke Pulau Widi.
Pemprov Malut juga akan mengupayakan penambahan panjang landasan Bandara Usman Sadik Labuha dari 1.600 meter menjadi 2.400 meter, sehingga pesawat berbadan lebar bisa mendarat di bandara itu.
Kalau Bandara Usman Sadik sudah bisa didarati pesawat berbadan lebar, menurut Gubbernur, diharapkan sejumlah perusahan penerbangan nasional membuka penerbangan langsung ke bandara itu, misalnya dari Makasaar atau Manado, sehingga wisatawan yang akan ke Widi bisa melalui Labuha.
Anggaran untuk pembenahan infrastruktur tersebut, akan diupayakan dari APBN atau sumber dana lainnya di pusat, karena kalau hanya mengandalkan APBD Malut atau APBD Kabupaten Halmahera Selatan, yang jumlahnya sangat terbatas tidak akan mungkin bisa membiayainya.
Pemrov Malut akan pula mendorong peran investor yang telah menyatakan kesiapannya berinvestasi dalam bidang pariwisata di Pulau Widi, untuk berperan membangun infrastruktur, terutama infrastruktur akomodasi di pulau wisata andalan Malut itu.
Pengamat Kelautan dan Perikanan dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) Mahmud Hasan menilai program Pemprov Malut untuk menjadikan Pulau Widi sebagai tujuan wisata mancing dunia merupakan program yang sangat tepat, namun dalam merealisasikan program itu jangan merugikan kepentingan masyarakat pesisir dan nelayan setempat.
Pengembangan wisata bahari, seperti wisata mancing di Pulau Widi itu harus memberi kontribusi kepada masyarakat, bahkan mereka harus dilibatkan sebagai bagian utama dalam pengembangan wisata itu, sehingga kesejahteraannya akan meningkat.
Kasus penggusuran rumah nelayan di daerah yang dikembangkan menjadi objek wisata bahari atau pelarangan nelayan untuk menangkap ikan di perairan sekitar objek wisata bahari itu diharapkan tidak terjadi dalam pengembangam objek wisata bahari di Malut, termasuk di Pulau Widi.