Wagub Maluku Kecam BPS Soal Data Kemiskinan
Kamis, 23 September 2010 0:21 WIB
Wakil Gubernur Maluku, Said Assagaff mengecam penyajian data kemiskinan penduduk yang disampaikan Badan Pusat Statistik Maluku hingga memosisikan provinsi itu masuk urutan ke 30 termiskin di Indonesia.
"Datanya sudah ada dan yang menganalisa itu manusia, maka satu kali saudara berbuat salah dalam pengolahan data maka bisa berakibat fatal terhadap pembangunan," kata Wagub dalam rapat paripurna khusus DPRD Maluku yang dipimpin Wakil Ketua, Lucky Wattimury di Ambon, Rabu.
DPRD Maluku mengundang BPS Maluku untuk memamaparkan data kemiskinan penduduk yang mengakibatkan daerah ini masuk ketagori termiskin ketiga di Indonesia setelah Papua dan Nusa Tenggara Timur.
Selanjutnya, Pemprov tidak pernah panik dengan rangking terendah untuk angka kemiskinan seperti ini.
Menurut Assagaff, Maluku diurutkan pada rangking terakhir tingkat kemiskinan pun tidak akan pernah panik, dan Pemda juga tidak akan bangga kalau daerah ini diurutkan pada rangking teratas, asalkan data yang dikeluarkan realistis.
"Kalau tidak realistis maka datanya percuma, karena secara gambaran umum kenyataan di mata kita di masyarakat, saya sering bilang tidak ada orang yang mati kelaparan di Maluku," tandasnya.
Sebab itu, penggunaan indikator atau metode yang digunakan dalam survei sangat penting dan harus sesuai dengan keunggulan daerah.
Percuma Pemprov memperjuangkan Provinsi Kepulauan agar luas wilayah laut juga diikutkan dalam perhitungan Dana Alokasi Umum oleh Pemerintah Pusat, karena kondisi geografis wilayahnya memang demikian.
"Variabel atau indikator yang dipakai dalam survei di Maluku juga jangan selalu memakai standar nasional seperti beras. Saya katakan, 50 persen orang Maluku belum makan beras tapi lebih bergantung pada talas, singkong, sagu atau umbi-umbian," katanya.
Sehingga BPS di daerah harus berani mengatakan ke Jakarta kalau variabel untuk Maluku dan Papua itu salah, karena harus memperhitungkan kondisi lokal di masyarakat selama ini.
"Apalagi pejabat di eksektufi atau pun anggota dewan tidak setiap hari konsumsi nasi, susu, telur dan daging, sebab sumber proteinnya bisa didapat dari ikan, sehingga BPS di daerah harus berani bicara ke pusat kalau variabel ini harus diubah," kata Assagaff.