Ternate (ANTARA) - Bea Cukai Kota Ternate telah melakukan Koordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara (Malut) dan Pemerintah Kota (Pemkot) Twrnate untuk membahas ekspor komodoti bagi Industri Kecil Menengah (IKM) produksi daerah setempat.
Kepala Bea Cukai Ternate, Dicky Hadi Pratama di Ternate, Selasa, mengatakan, pihaknya selalu melakukan koordinasi dengan pemprov, Pemkot dan instansi terkait serta para asosiasi IKM yang menjadi target Bea Cukai guna mendorong ekspor.
Pihaknya terus berbenah melalui wadah pertukaran informasi dari tiap-tiap instansi terkait untuk mengkaji berbagai persoalan ekonomi daerah ini.
Selain itu, dengan adanya sinergitas antara Pemprov Malut dan Instansi terkait, maka akan menjadi semangat untuk mengumpulkan data terkait komponen apa saja yang menjadi unggulan dan tantangan ke depan.
"Komoditas seperti cengkeh, pala, fuli, dan ikan sudah di ekspornya dan ada juga yang belum. Tetapi secara statistik jumlah industri kita jauh lebih besar dibandingkan volume komoditas yang diekspor," katanya.
Selain itu, disiapkan tim guna berperan dalam peran peningkatan ekspor lebih nyata, dengan berbagai inovasi termasuk memangkas biaya logistik agar hal ini terus berlanjut.
Sehingga, dirinya berharap dengan FGD ini semua elemen yang ikut terlibat bisa lebih aktif dan bersama bersinergi serta selalu mendukung dalam meningkatkan ekspor di Malut.
Sementara itu, Kepala Bank Indonesia Perwakilan Maluku Utara Gatot Miftahul Manan menuturkan, pertumbuhan ekonomi daerah ini pada 2019 naik 6,13 persen, tetapi belum cukup bagi kebutuhan masyarakat , sehingga menjadi tugas untuk meningkatkan perekonomian Malut.
Bahkan, pertambangan Nikel Malut pada awalnya diekspor masih bahan mentah, sekarang telah dilakukan perubahan menjadi olahan sesuai proses industri.
"Akan tetapi, kondisi industri pengelolaan ini harus ada manfaat pada domestik Malut, karena biji mentah nikel ada yang dikelola penambang tradisional, maka harus ada perimbangan pengelola biji mentah dan industri pengelolaah biji nikel," katanya.
Dia mengaku, deposit 30 persen nikel yang terbesar di seluruh dunia adalah Indonesia bagian Timur salah satunya Maluku Utara. Maka dari itu, jangan tertinggal dengan industri pertambangan dunia. Berarti solusinya, Sumber Daya Manusia (SDM) melalui sekolah pengelolaan tambang terutama masyarakat Halmahera dan Masyarakat Obi.
Bahkan, dalam peningkatan SDM sudah matang, tinggal saja dikerjakan di industri pertambangan. Kemudian harus ada kerja sama antar Pemerintah Provinsi, Dinas terkait, dan industri juga harus dilibatkan dalan meningkatkan SDM,.
Selain itu, sektor non tambang di Malut dari zaman dulu direbut oleh negara eropa karena cengkeh dangat subur di daerah ini, hanya saja berkembangnya waktu pohon cengkeh Malut sudah mulai kesuburannya, akibat tidak ada keseimbangan pupuk yang alami.
"Seharusnya dalam menggunakan pupuk organik bagi tumbuhan bulanan dan tahunan, sehingga masyarakat Malut harus perbanyak pelihara Sapi agar bisa mendapatkan pupuk alami," ujarnya.