Ternate (ANTARA) - Bawaslu Maluku Utara (Malut) meminta penjabat (Pj) kepala daerah yang nantinya akan diputuskan oleh pemerintah benar-benar figur yang bebas dari kepentingan politik, sehingga bekerja secara netral dan memegang komitmen sukseskan Pemilu dan Pilkada serentak 2024.
"Kita harus mencegah konflik kepentingan dalam pemilihan penjabat kepala daerah dengan tidak mengusut latar belakang dan relasi politik kandidat," kata Ketua Bawaslu Malut, Muksin Amrin di Ternate, Senin.
Menurut dia, di Malut pada Mei 2022 masa jabatan Bupati dan Wakil Bupati Pulau Morotai akan berakhir, dan untuk Kabupaten Halmahera Tengah pada Desember 2022.
Muksin mengatakan pihaknya berharap penjabat yang dikirim atau ditempatkan adalah orang yang independen, tidak berbau dengan kepentingan politik karena ditakutkan penjabat yang mempunyai kepentingan politik akan mengganggu proses tahapan, kalau intervensi kuat.
Apalagi, penjabat dari PNS sehingga harus netral dan bebas dari politik praktis. Berbeda dengan Bupati/Wali Kota yang definitif yang mempunyai latar belakang politik/partai maupun birokrat.
"Harapan kami penempatan Penjabat harus orang yang tidak punya kepentingan politik, sehingga membantu teman-teman penyelenggara KPU dan Bawaslu dalam menyukseskan pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 2024," ujarnya.
Menurut Muksin , penetapan Penjabat Kepala Daerah adalah kewenangan Presiden melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Untuk itu diharapkan hati-hati menentukan pejabat-pejabat yang nantinya dipercayakan mengisi kekosongan kepala daerah seperti di Malut ada Pulau Morotai dan Halmahera Tengah.
"Posisi penjabat kepala daerah ini kan sangat-sangat strategis sekali jangan sampai memanfaatkan kewenangan untuk kepentingan politik tertentu, sehingga itu netralitas harus dipastikan terjaga," kata Muksin Amrin.
Apalagi kata Muskin , Pemilu dan Pilkada serentak 2024 akan memiliki kompleksitas dan irisan, di mana tahapan Pemilu legislatif, Pilpres dan Pilkada dilaksanakan secara bersamaan.
Selain itu penjabat kepala daerah dapat menjaga keamanan dan ketertiban, salah satunya yang terkait ketersediaan anggaran pilkada. Soal Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) juga penting. Bawaslu berharap seluruh daerah sudah melakukan penandatanganan NPHD jelang tahapan berjalan.
Belum lagi, kata Muksin , sejumlah permasalahan mengadang para penjabat kepala daerah. Netralitas birokrasi dalam pemilu yang semestinya menjadi hal yang sama sekali tidak dapat ditawar, justru kerap muncul saat jabatan diserahkan kepada penjabat kepala daerah.
Seperti diketahui dalam UU nomor 16 tahun 2016 disebutkan penjabat kepala daerah diangkat dari aparatur sipil negara (ASN) dari jabatan pimpinan tinggi (JPT) madya untuk mengisi jabatan Gubernur, dan JPT pratama untuk mengisi kekosongan bupati/walikota.