Ambon (ANTARA) -
Ketua komisi I DPRD Maluku, Amir Rumra (F-PKS) mengatakan, keinginan masyarakat untuk melakukan pemekaran wilayah provinsi menjadi sebuah daerah otonom baru diakibatkan banyak faktor, termasuk didalamnya keterbatasan alokasi dana dalam APBD.
"Makanya ada wilayah tertentu yang menginginkan pemekaran daerah otonom baru menjadi sebuah provinsi sebab keterbatasan APBD seperti tahun anggaran 2020 yang dianggarakan hanya Rp3 triliun lebih," kata Amir di Ambon, Sabtu
Menurut dia, ada tiga hal yang selalu jadi perhatian serius Gubernur Maluku, Murad Ismail dalam visi besarnya antara laian masalah kemiskinan, kesejahteraan, dan bagaimana menyelamatkan kekayaan sumberdaya alam, di mana visi-misi ini telah dijabarkan dalam masing-masing sektor.
"Kalau bicara kemiskinan harus diketahui yang paling besar penyumbang kontribusi kemiskinan ada di daerah mana saja, dan ternyata ada di wilayah terbelakang, terluar, dan terdepan(3T)," tandasnya.
Kondisi ini disebabkan minimnya infrastruktur dasar misalnya jalan, listrik, dan transportasi, kemudian tentang konektivitas yang belum menjamin seperti keterbatasan transportasi laut.
Sampai hari ini masih ada masyarakat yang belum menikmati sektor perhubungan laut, atau ada masyarakat yang belum menikmati jalan aspal, sama halnya di sektor perikanan dan pendidikan misalnya.
Sekarang sudah ada konsep pendekatan 12 gugus pulau dan betul variabel perumusan itu bukan hanya bicara luas wilayah, tetapi perlu melihat kondisi kesulitan wilayahnya juga sebab persoalan akses itu menjadi persyaratan penting.
Kalau Pulau Ambon yang masuk gugus pulau VII bisa dilihat jumlah penduduk dan luas wilayahnya, namun dilihat juga gugus pulau lain yang tingkat kesulitan dan terisolasinya wilayah itu.
Jadi kalau mau bicara pemberantasan kemiskinan di Maluku maka konsep pertama yang perlu dilihat adalah di mana kontribusi kemiskinan terbesar.
"Betul dipahami Maluku mempunyai 11 kabupaten/kota. Namun,Pemprov Maluku tidak bisa mengklaim nanti tanggungjawab Pemkab/Pemkot semata karena keterbatasan anggaran di daerah sehingga diharapkan ada kontribusi anggaran dari Pemprov," kata Amir.
Suksesnya visi besar Gubernur Murad ini bisa terwujud kalau para pembantunya mendukung, tetapi kalau tidak maka tidak bisa diharapkan banyak hal untuk menyejahterakan rakyat secara menyeluruh.
"Jadi yang mampu menerjemahkan gebrakan Gubernur Murad melalui visi besar adalah para pembantunya, jangan sampai gebrakannya bagus tetapi para pembantunya jalan di tempat dan kedepannya diharapkan APBD kita harus naik," ujarnya.
Pembagian APBD itu memang dirasakan tidak adil karena jumlahnya juga kecil sehingga ini merupakan salah satu bagian keinginan masyarakat melakukan pemekaran wilayah.
Pemekaran adalah hal yang diatur secara sah dalam Undang-Undang dan tidak ada salahnya kalau membicarakan pendekatan pemekaran untuk membuka keterisolasian wilayah.
"Apalagi kita dekat dengan wilayah perbatasan atau negara lain seperti Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini," katanya.
Pemekaran daerah otonom baru memacu peningkatan anggaran seperti contoh Kota Tual sebelum berpisah dengan Kabupaten Maluku Tenggara, APBD hanya Rp3 miliar tetapi pascapemekaran, APBD dua wilayah itu kalau digabung hampir mendekati Rp2 triliun.
Coba rincikan semua pembangunan infrastruktur di 11 kabupaten/kota, daerah mana yang mendapatkan alokasi anggaran lebih besar, dan ternyata daerah 3T tidak mendapatkan alokasi anggaran.
DPRD : Pemekaran wilayah di Maluku akibat faktor APBD relatif kecil
Sabtu, 30 November 2019 14:12 WIB