Ambon (ANTARA) - Dinas Perhubungan Provinsi Maluku akan segera meninjau kenaikan harga trayek Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP) untuk jalur Kota Ambon - Kecamatan Leihitu (Pulau Ambon), Kabupaten Maluku Tengah.
"Soal kenaikan tarif trayek Leihitu, belum pernah dibicarakan dengan kami sebelumnya, saya juga baru tahu informasi ini. Kami akan segera meninjau langsung di lapangan," kata Plh. Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Maluku Ismail Usemahu di Ambon, Selasa.
Ia mengatakan memang di beberapa wilayah ada yang secara khusus memberlakukan pembatasan muatan transportasi guna mengatur jarak duduk antar penumpang, agar menghambat penularan virus corona (COVID-19).
Tapi sejauh ini tidak ada keputusan atau kebijakan dari pemerintah untuk menaikkan tarif angkutan umum karena hal tersebut.
Terkait itu, Dinas Perhubungan Provinsi Maluku akan meninjau kenaikan tarif trayek AKDP di Kecamatan Leihitu yang diberlakukan secara sepihak sejak Sabtu 11 April 2020.
"Kami akan memanggil para pemilik angkutan umum, jika benar ada yang sengaja menaikkan tarif maka akan ditindak, izin trayek bisa saja dicabut," tegas Ismail.
Berdasarkan pantauan di lapangan, sejak Sabtu 11 April 2020 tarif AKDP di empat desa di Kecamatan Leihitu, yakni Wakal, Hila, Kaitetu dan Seith meningkat drastis dari yang ditetapkan sebelumnya, bahkan ada yang naik sebesar 100 persen.
Tarif trayek AKDP Desa Hila dan Desa Kaitetu yang sebelumnya dipatok sebesar Rp10.000 per orang naik 100 persen, menjadi Rp20.000 per orang.
Sementara tarif penumpang AKDP Desa Wakal naik dari Rp10.000 per orang menjadi Rp15.000 per orang. Sedangkan AKDP jalur Desa Seith - Kota Ambon meningkat dari Rp15.000 menjadi Rp25.000 per orang.
Kenaikan tarif yang terbilang tinggi tersebut telah menyulitkan warga yang tetap harus bepergian keluar rumah, meski masa pemberlakuan pembatasan jarak sosial belum berakhir.
Seorang warga Desa Seith, Hanifa (30) misalnya, mengaku merasa keberatan jika biaya transportasi melambung tinggi hanya karena pencegahan penularan Covid-19.
Hanifa yang tiap harinya harus bolak-balik berjualan di pasar tradisional Batumerah, Kota Ambon, selama beberapa hari terakhir harus membayar biaya transportasi yang lebih mahal dari biasanya.
"Kalaupun bisa kami juga ingin tetap berada di rumah saja, tapi bagaimana dengan pekerjaan kami. Untuk pedagang kecil seperti saya, uang hasil jualan hanya habis di ongkos transportasi," ucapnya.