Ternate (ANTARA) - Tenggelamnya Kapal Motor (KM) Cahaya Arafah di perairan Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut) pada 18 Juli 2022 mengakibatkan 11 penumpangnya meninggal.
Tragedi itu, kecelakaan laut KM Cahaya Arafah, mendorong pemerintah daerah Halsel untuk mencari solusi agar musibah serupa tidak terulang di masa mendatang.
Cahaya Arafah tenggelam dalam pelayaran dari Ternate ke sejumlah pulau dan daerah pesisir di wilayah Gane Barat, Kabupaten Halsel. Kapal rakyat berkapasitas 110 tonase kotor (gross tonnage/GT) dengan memiliki panjang kapal 23,78 meter, lebar kapal 4,90 meter dan area dalam kapal seluas 1,75 meter karam di lautan.
Sekretaris Kabupaten Halsel, Saiful Turuy menyebut pengadaan kapal baru yang representatif untuk melayani jalur pelayaran Ternate - Gane Barat sebagai salah satu solusi yang diupayakan pemkab setempat untuk mencegah terulang lagi musibah kecelakaan laut di jalur pelayaran itu.
Kapal baru tersebut diupayakan minimal sama dengan kapal yang selama ini beroperasi di jalur pelayaran Ternate – Babang, Ibu Kota Halsel, karena kapal yang melayani jalur utama yang menghubungkan Ternate dengan Halsel itu, selain memuat penumpang dan barang lebih banyak, juga mampu menahan gelombang besar.
Pemkab Halsel akan menjalin kerja sama dengan pelaku usaha transportasi laut untuk pengadaan kapal baru tersebut. Untuk menarik minat pelaku usaha transportasi laut, Pemkab Halsel akan memberikan berbagai kemudahan, termasuk kemungkinan pemberian insentif subsidi.
Baca juga: 10 Jenazah korban kapal KM Cahaya Arafah berhasil ditemukan, begini penjelasannya
Solusi lain yang diupayakan Pemkab Halsel untuk mencegah terulangnya kecelakaan laut di jalur pelayaran Ternate – Gane Barat, termasuk di jalur pelayaran lainnya di wilayah Halsel, menurut Saiful, adalah memperbanyak jalur layanan kapal fery.
Pemkab Halsel bersama Pemprov Malut akan mengusulkan ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk mengalokasikan anggaran pembangunan dermaga fery dan pengadaan kapal fery di Halsel, terutama pada jalur pelayaran yang selama ini hanya dilayani kapal rakyat berukuran kecil, namun mobilitas penumpangnya sangat tinggi.
Pembenahan jalur jalan menghubungkan wilayah Gane Barat dengan Sofifi, Ibu Kota Provinsi Malut, akan diupayakan agar masyarakat di Gane Barat ingin ke Ternate bisa menggunakan jalur darat melalui Sofifi dan kemudian melanjutkan dengan kapal fery ke Ternate, jika ada hambatan angkutan laut dari Gane Barat ke Ternate atau sebaliknya.
Masyarakat Gane Barat selama ini sangat bergantung dengan angkutan laut yang menghubungkan wilayah itu dengan Ternate, karena semua hasil pertanian dan perikanan setempat dipasarkan di Ternate, begitu pula berbagai kebutuhan pokok dan barang, terutama hasil industri untuk daerah setempat didatangkan dari Ternate.
Baca juga: Polda Malut tetapkan dua tersangka tenggelamnya KM Cahaya Arafah, begini penjelasannya
Tol Laut
Kantor Kesyahbandaraan dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Ternate, juga terdorong untuk mengupayakan agar musibah kecelakaan laut di jalur pelayaran Ternate – Gane Barat tidak terulang, di antaranya dengan cara mengupayakan jalur pelayaran itu masuk dalam program tol laut.
Kalau jalur pelayaran tersebut masuk dalam program tol laut, maka nantinya ada kapal perintis yang secara rutin melayani pelayaran antar-kedua daerah, seperti yang kini terlihat pada sejumlah jalur pelayaran antar-pulau di Malut, diantaranya Ternate – Batang Dua yang dilayani kapal perintis KM Sabuk Nusantara.
Upaya lain yang dilakukan KSOP Ternate untuk mencegah terjadinya lagi kecelakaan laut di jalur pelayaran Ternate-Gane Barat, termasuk di jalur pelayaran lainnya di wilayah Malut, menurut KSOP Ternate, Agustinus sebagai upaya meningkatkan pengawasan terhadap setiap kapal yang berangkat dari pelabuhan.
Pengawasan itu mencakup kondisi kelaikan kapal, baik fisik kapal maupun mesin, kelengkapan alat pelampung dan navigasi, kapasitas penumpang dan kondisi cuaca di perairan.
Khusus untuk mengetahui kondisi cuaca di perairan Malut, KSOP Ternate selalu berkoordinasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sultan Baabullah Ternate dan jika kondisi perairan Malut sangat berbahaya untuk kegiatan pelayaran, maka KSOP tidak akan mengizinkan kapal berlayar sampai kondisi aman.
Baca juga: Pemilik kapal KM Cahaya Arafah belum ditahan meski jadi tersangka kecelakaan maut
Namun, Agustinus mengakui, pengawasan itu tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya di seluruh wilayah Malut, karena banyak dermaga kecil di wilayah pesisir dan pulau-pulau yang tidak memiliki petugas dari KSOP, padahal dermaga kecil itu selalu menjadi tempat pemberangkatan kapal rakyat.
Oleh karena itu, KSOP mendorong peran pemerintah daerah setempat, seperti camat, kepala desa dan aparat TNI/Polri untuk membantu mengawasi kapal yang akan berlayar dari dermaga setempat, terutama saat kondisi di perairan sedang mengalami cuaca buruk.
Kesadaran dari pemilik kapal sangat diharapkan selalu perhatikan kondisi kelaikan kapalnya, termasuk alat pelampung, navigasi dan kapasitas penumpang, begitu pula masyarakat tidak memaksakan diri untuk menggunakan kapal yang dinilai tidak aman untuk berlayar.
Bahkan, KSOP terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk sebelum berlayar harus membeli tiket dan memastikan terdaftar dalam manifest serta melihat kondisi cuaca, jika kondisi gelombang laut tidak baik, sebaiknya tidak memaksakan diri untuk berlayar.
Pemerhati transportasi laut di Malut, Ahmad Muale menyarankan Pemprov Malut dan seluruh pemerintah kabupaten/kota untuk lebih perhatikan penyediaan transportasi laut yang aman dan layak, karena Malut sebagai provinsi kepulauan mayoritas masyarakat melakukan perjalanan menggunakan transportasi laut.
Musibah tenggelamnya, KM Cahaya Arafah merupakan musibah yang kesekian kali menimpa angkutan laut di Malut dan itu seharusnya menjadikan momentum untuk membenahi secara menyeluruh angkutan laut di Malut, terutama masih menggunakan kapal rakyat berukuran kecil dan berumur tua, karena kalau tidak maka tak tertutup kemungkinan musibah serupa akan terulang.
Sejumlah pemkab di Malut selama ini, mengalokasikan anggaran miliaran rupiah untuk mensubsidi angkutan udara yang masuk ke daerahnya, jadi seharusnya melakukan hal serupa terhadap angkutan laut agar pelaku usaha transportasi laut mampu sediakan angkutan laut yang representatif, apalagi angkutan laut ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat akar rumput.
Baca juga: Penyelam asal Jerman dan Swiss bantu pencarian korban kecelakaan maut KM Cahaya Arafah di perairan Tokaka Halsel
Baca juga: Tim SAR terus berusaha cari balita korban tenggelam KM Cahaya Arafah
Mencegah terulangnya kecelakaan maut di Laut Malut, belajar dari kasus tenggelamnya KM Cahaya Arafah
Oleh Abdul Fatah Jumat, 12 Agustus 2022 15:46 WIB