Ambon (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Maluku memastikan akan mengawasi mantan narapidana yang ikut mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di pemilihan umum (Pemilu) 2024.
"Pengawasan dengan perhatian serius ini dilakukan guna memastikan apa saja yang harus dipenuhi oleh mantan napi dalam mencalonkan diri," kata Ketua Bawaslu Maluku Subair, di Ambon, Sabtu.
Ia menyampaikan apa saja yang harus dipenuhi oleh para mantan napi ini tentu saja akan diawasi seperti ketentuan ada jeda lima tahun bebas menjalani masa hukuman.
Selain mantan napi, ia melanjutkan, hal-hal lain yang membutuhkan perhatian khusus, adalah termasuk calon legislatif yang harus mundur dari PNS maupun BUMN.
“Calon legislatif juga harus mundur dari lembaga lainnya yang dibiayai oleh negara. Termasuk TNI/Polri, kepala desa dan lainnya itu semuanya akan kita awasi bersama,” ujarnya.
Ia memastikan selama proses pendaftaran nanti, tidak akan ada calon legislatif yang diloloskan namun tidak memenuhi syarat. Atau sebaliknya, Caleg yang memenuhi syarat tapi malah tidak diloloskan.
“Jika itu terjadi, sesuai dengan regulasi Bawaslu menyediakan ruang bagi partai politik untuk melakukan pengajuan sengketa,” ujar Subair.
Sebelumnya Komisioner Divisi Hukum KPU Provinsi Maluku Almudatsir Sangadji menyampaikan, persyaratan untuk bakal calon DPD RI maupun DPRD telah diatur dalam Peraturan KPU (PKPU).
Untuk Bacaleg DPD RI, sudah diatur dalam PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD.
Selain itu juga ditetapkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 87 Tahun 2022.
Hal ini merupakan pengujian terhadap syarat calon anggota DPD yang diatur dalam UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) pasal 186.
Kemudian, syarat calon anggota DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota yang diatur dalam pasal 240.
Untuk mantan terpidana yang bukan pidana kealpaan dan pidana politik, itu ada ketentuan jeda lima tahun sebelum dia mendaftar sebagai bakal calon, baik DPD maupun DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Sementara, untuk mantan napi yang pidana kealpaan dan pidana politik, dapat mengajukan diri sebagai balon DPD, DPR, dan DPRD persyaratan dokumennya sedikit berbeda.
Selanjutnya, untuk bakal calon dari mantan napi dalam konteks pidana kealpaan dan pidana politik, harus mendapat surat keterangan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati).