Jakarta (ANTARA) - Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menyatakan rupiah berpotensi menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) setelah pelaku pasar menilai pernyataan Gubernur Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell di akhir pekan lalu lebih dovish dibandingkan sebelumnya.
“Ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan AS sebelum pertengahan tahun depan meningkat. Menurut survei CME FedWatch Tool, probabilitas pemangkasan di Maret naik menjadi sekitar 60 persen dari sebelumnya 21 persen,” kata dia ketika dihubungi Antara, Jakarta, Senin.
Selain itu, data Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Institute of Supply Management (ISM) AS yang dirilis Jumat (1/12), juga memperlihatkan kondisi manufaktur AS yang masih berkontraksi, yakni 46,7 dengan ekspektasi 47,6. Hal ini mendukung ekspektasi bahwa suku bunga the Fed tidak lama lagi dipangkas.
Melihat sentimen dari dalam negeri, kondisi inflasi yang masih terkendali membantu memberikan sentimen positif ke rupiah.
Baca juga: Pengamat: Rupiah berpotensi menguat karena ekspektasi pasar terkait suku bunga
“Potensi penguatan ke arah Rp15.450-Rp15.400 dengan resisten di kisaran Rp15.500,” ucap Ariston.
Analis pasar mata uang Lukman Leong menyatakan bahwa Powell mengeluarkan pernyataan terkait kebijakan dan ekonomi yang saat ini dinilai sudah ideal. Kontraksi data PMI manufaktur ISM AS disebabkan pengetatan tingkat suku bunga The Fed yang tinggi.
Dalam meninjau faktor internal, Lukman mengatakan tidak ada data ekonomi domestik hari ini. Data ekonomi dari Indonesia pada pekan ini akan dirilis hari Kamis (7/12) yang diperkirakan bertambah ke kisaran 135 miliar dolar AS, serta data penjualan ritel pada Jumat (8/12) yang diprediksi tumbuh 1,9 persen.
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi menguat sebesar 51 poin atau 0,33 persen menjadi Rp15.434 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.485 per dolar AS.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rupiah berpotensi menguat setelah penyataan "dovish" dari The Fed