Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada awal pekan dibuka turun di tengah sinyal kurang dovish dari bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed terkait kebijakan suku bunga acuannya atau Fed Funds Rate (FFR).
Pada awal perdagangan Senin pagi, rupiah dibuka melemah 25 poin atau 0,16 persen menjadi Rp15.623 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.598 per dolar AS.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede di Jakarta, Senin, mengatakan kepada ANTARA bahwa salah satu pejabat The Fed, John Williams, menyatakan bahwa arah perekonomian AS saat ini menuju ke arah yang diharapkan.
Ia juga berpendapat bahwa The Fed akan melonggarkan kebijakan moneternya pada akhir tahun ini.
Ia juga berpendapat bahwa The Fed akan melonggarkan kebijakan moneternya pada akhir tahun ini.
"Pernyataannya mengisyaratkan bahwa The Fed tidak akan menurunkan suku bunganya dalam waktu dekat," kata Josua.
Baca juga: Rupiah berpeluang menguat dipengaruhi optimisme pertumbuhan ekonomi
Baca juga: Rupiah berpeluang menguat dipengaruhi optimisme pertumbuhan ekonomi
Meskipun pernyataannya kurang dovish, imbal hasil atau yield US Treasury (UST) 10 tahun turun tujuh basis poin (bps) menjadi 4,25 persen.
Sementara itu, imbal hasil atau yield obligasi Pemerintah Indonesia tenor panjang turun satu bps, sedangkan yield obligasi tenor pendek tercatat tidak berubah.
Volume perdagangan obligasi Pemerintah Indonesia mencatat rata-rata Rp15,89 triliun pada pekan lalu, lebih rendah dibandingkan volume pekan sebelumnya, sebesar Rp29,21 triliun.
Josua memperkirakan kurs rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan hari ini akan berada di rentang Rp15.550 per dolar AS hingga Rp15.650 per dolar AS.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rupiah turun di tengah sinyal kurang dovish dari bank sentral AS