Ternate (Antara Maluku) - Praktisi Hukum di Maluku Utara (Malut), Muhammad Konoras menilai Gubernur Maluku Utara (Malut), Thaib Armaiyn sengaja melahirkan dualisme jabatan Sekprov Malut sebelum melepas jabatannya pekan depan.
Penunjukkan Pelaksana Tugas (Plt) Sekprov Malut Amran Mustari tidak memiliki kekuatan hukum, bertentangan dengan keputusan presiden (keppres) tentang pengangkatan Sekprov Malut, katanya di Ternate, Kamis.
Jabatan Sekprov Malut saat ini masih dijabat oleh Madjid Husen, karena dinilai tak sejalan dengan berbagai kebijakan Gubernur Thaib Armaiyn mengenai lambatnya kucuran dana pilkada Malut, sehingga Gubernur mengeluarkan Plt Sekprov kepada Amran Mustari.
Konoras mengatakan, sesuai ketentuan keputusan gubernur merusak sistem administrasi birokrasi di Pemprov Malut dan ini sangat mengganggu stabilitas pelayanan kepada masyarakat.
Selain itu, tindakan Gubernur Malut ini akan memicu instabilitas kamtimbas di Malut, menjelang digelarnya pilkada putaran kedua pada 31 Oktober 2013.
Untuk itu, dirinya berharap agar DPRD Malut segera mengambil langkah guna menuntaskan persoalan ini, jika tidak maka DPRD juga bersama Gubernur Malut merusak tatanan sistem pemerintahan di daerah ini.
Sementara itu, Gubernur Malut Thaib Armaiyn ketika dikonfirmasi menyatakan bahwa jabatan Sekprov Malut saat ini masih dijabat Madjid Husen, meskipun SK Plt Sekprov Malut kepada Asisten III Amran Mustari telah diterbitkan dan keduanya dianggap sah karena tak lama lagi Sekprov Malut akan pension.
Oleh karena itu, dirinya menyatakan, usulan pengangkatan Amran Mustari sebagai Sekprov telah diajukan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan ditargetkan pada pecan ini suratnya telah dikeluarkan.
Sehingga, kata Gubernur, pergantian Sekprov itu melalui suatu proses, kalau Plt Amran Mustari itu kan suatu persiapan, apalagi jabatan sekprov itu kan melalui keputusan presiden, tentunya melalui sebuah proses.
Gubernur menyatakan, penujukan Plt yang disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta itu merupakan suatu langkah Pemprov Malut dalam mengantisipasi kekosongan jabatan Sekprov Abdul Madjid Husen yang akan berakhir pada Desember 2013, sehingga terdapat beberapa nama yang diusulkan ke Kemendagri tersebut.
"Jadi siapa saja bisa pegang SK. Kalau sekarang saya pegang SK gubernur tapi kalau belum dilantik kan belum bisa disebut gubernur, walaupun sudah terpilih. Bisa disebut gubernur kalau itu sudah dilantik. Jadi kan tinggal kita tunggu," ujarnya.
Praktisi: Gubernur Sengaja Lahirkan Dualisme Sekprov
Kamis, 26 September 2013 17:47 WIB