Ambon (Antara Maluku) - Yayasan Sita Kena mendesak pemerintah untuk mencegah investor yang akan membuka lahan perkebunan tebu dalam skala besar di Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku karena dinilai akan menimbulkan kerusakan lingkungan.
"Selaku LSM yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup, kami minta Presiden SBY bisa memperhatikan rencana PT. Menara Group yang akan membuka lahan perkebunan tebu seluas 6.000 hektar di daerah ini," kata aktivis Yayasan Sita Kena Aru, Simon Kamsi` yang dihubungi dari Ambon, Senin.
Ia menyatakan harapan LSM ini sesuai pernyataan Presiden dalam pertemuan bersama organisasi lingkungan hidup sedunia tanggal 7 Juni 2013 bahwa hutan harus dijaga kelestariannya.
"Sebagai aktivis dan pemerhati masalah lingkungan hidup, kami bersama-sama masyarakat dari ujung Batu Goyang sampai Warialau tetap menolak kehadiran PT. Menara Group dan meminta Presiden SBY untuk melihat persoalan ini dan mencegahnya sejak dini," katanya.
Simon mengatakan, luas areal perkebunan tebu yang akan dibuka PT. Menaga Group sekitar 6.000 hektar, dan itu berarti telah mencakup lebih dari setengah wilayah Kabupaten Kepulauan Aru dengan kondisi yang terdiri dari pulau-pulau besar dan kecil tetapi tidak memiliki dataran tinggi, bukit atau gunung.
Selain itu, secara geografis Kabupaten Kepulauan Aru termasuk kawasan dengan curah hujan cukup tinggi dan memiliki hutan lebat yang masih perawan serta menjadi hunian aneka satwa endemik yang hampir punah.
"Umumnya kondisi tanah di daerah ini ada yang berawa-rawa, berpasir dan sebagian lagi berbatu karang, apa mungkin cocok dijadikan lahan perkebunan tebu," ujar Simon.
Bahkan, lanjutnya, di pulau-pulau tertentu seperti Kabalsiang-Benjuring, Mariri atau Penambulai dan Batu Goyang, sulit mendapatkan sumber mata air yang bersih dan layak konsumsi.
"Jadi tindakan investor membuka lahan dengan cara membabat hutan tentunya akan menimbulkan kesengsaraan warga di masa datang akibat hancurnya ekosistem dan ancaman punahnya satwa endemik," katanya.