Langgur, Maluku Tenggara (ANTARA) - Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Maluku Tenggara (Malra) terus berupaya untuk meningkatkan mutu dan kualitas Kelapa Kering (Kopra) yang diproduksi kelompok tani maupun perorangan di wilayah terluar Provinsi Maluku tersebut.
"Kalau berbicara tentang kelapa, maka potensinya sangat besar untuk dikembangkan di wilayah Malra, lebih khusus di wilayah Pulau Kei Besar, sehingga harapannya dapat menyejahterakan masyarakat, lebih khusus petani," kata Kepala Bidang Perkebunan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Malra, Irene Farneubun di Langgur, Senin.
Sebagian besar masyarakat di Pulau Kei Besar sudah sejak dulu hidup dari tanaman pohon kelapa salah satunya dengan pembuatan kopra secara tradisional atau manual yakni dengan cara pengasapan. Hal tersebut membuat mutu dan kualitas kopra yang diinginkan pasar saat ini masih jauh dari harapan, sehingga dapat mempengaruhi harga kopra petani kita.
"Oleh karena itu, kami terus mendukung kelompok tani maupun petani perorangan dengan melakukan pendampingan maupun sosialisasi kepada mereka, baik itu budidaya, produksi hingga pemasaran," terang Irene.
Irene merinci, untuk budidaya terhitung sejak tahun 2013 sampai sekarang, sudah 9.000 hektare lahan yang dibantu untuk peremajaan kelapa. Hal ini diperlukan untuk menjaga produktifitas buah kelapa milik petani.
Untuk pengolahan maupun produksi kopra, sudah ada empat titik di pulau Kei Besar yakni Ohoi Soinrat, Ohoi Wetuar, Ohoi Renfaan dan Hollat untuk adanya mesin pengolahan secara tradisional.
Namun, itu belum cukup untuk mencakup semua petani di Malra khususnya di Kei Besar, sehingga pendampingan dilakukan DKPP kepada mereka untuk bagaimana menghasilkan kopra berkualitas sekalipun dengan cara manual.
"Kopra yang berkualitas sesuai standar SNI yaitu harus berwarna merah, garing dan kadar air dibawah 10 persen, itu menjadi harapan kita untuk dicapai oleh mayoritas petani kita, sehingga dengan sendirinya harga yang diperoleh juga memuaskan," jelasnya.
Sementara itu, untuk pamasaran, saat ini harus di akui bahwa para pengusaha siap menerima hasil para petani dengan harga yang sudah bisa dibilang memuaskan yakni perkilogramnya kini mencapai Rp8.000 di wilayah Kei Besar sementara di daratan Pulau Kei Kecil sudah mencapai Rp10.000.
"Harga kopra yang sudah mencapai Rp8.000 dan Rp10.000 di daratan Kei Kecil itu kita sudah paling bersyukur, karena harga tersendah kopra yang pernah di alami petani yakni Rp2.500, harga saat ini tentu sangat membantu perekonomian mereka," ujar Irene.
Ia tidak menampik naiknya harga kopra ini dengan adanya rute tol laut sejak tahun 2020 yang menyinggahi pelabuhan Elat Kei Besar.
Untuk tol laut itu satu trip Malra diberi jatah tujuh (7) konteiner untuk kopra. Ia mengaku jumlah itu masih kurang, sehingga diharapkan ada sinergitas bersama Dinas Perhubungan ke Pusat untuk adanya penambahan jatah konteiner.
"Menjadi harapan kami adalah petani kopra dapat sejahtera dengan apa yang mereka hasilkan, begitu juga dengan hasil-hasil produksi lainnya dari pohon kelapa, seperti minyak, arang, dan produksi lainnya," ujarnya.
Pihak Ohoi juga diharapkan dapat membantu para petani ataupun kelompok melalui dana pemberdayaan Ohoi, sehingga masyarakatnya dapat menghasilkan produksi yang bermutu dan berkualitas melalui adanya mesin-mesin pengolahan.