Ambon (ANTARA) - Organisasi kepemudaan Maluku Indo East Network berharap pemerintah pusat untuk segera memberikan gelar pahlawan nasional perintis kemerdekaan kepada Abdul Moethalib Sangadji atau yang akrab disapa 'Jago Tua' yang berasal dari Maluku.
"Mendapat gelar kepahlawanan dari pemerintah, tidak saja untuk menyejajarkan Jago Tua dengan pahlawan bangsa lainnya. Tapi untuk menjadikan sosok dari timur ini sebagai inspirasi rasa nasionalisme kepada generasi muda bangsa," ujar Pendiri Indo East Network M. Ikhsan Tualeka di Ambon, Senin.
Ia menjelaskan saat ini selain oleh AM Sangadji Institute yang digawangi ahli waris, berbagai komponen dari Maluku mulai dari perguruan tinggi, pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil hingga tokoh publik turut ambil bagian dalam mendorong untuk disematkannya gelar tersebut.
Oleh karena itu dalam beberapa tahun terakhir banyak diadakan seminar, diskusi publik, riset, termasuk kampanye melalui media sosial oleh milenial, dalam mendukung upaya tersebut.
"Boleh jadi ini upaya paling masif dari Maluku dalam mendorong pemberian satu gelar pahlawan nasional," kata dia.
Menurutnya dalam berbagai upaya itu, sebagai orang Maluku yang memiliki hubungan kekerabatan atau pertalian silsilah dengan sang pahlawan’ menjadi tanggung jawab moral untuk ikut urun rembuk paling tidak lewat perspektif gagasan dan pemikiran.
AM Sangadji lahir di Desa Rohomoni, Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku pada 3 Juni 1889.
Sejarah mencatat AM Sangadji juga terlibat bersama Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto, Haji Agoes Salim dan kawan-kawan dalam mendirikan organisasi Sarekat Islam (SI) yang sebelumnya dikenal dengan Serikat Dagang Islam pada 1912.
AM Sangadji pun diketahui turut sebagai peserta Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 di Jakarta, yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda.
"Selain dikenal ahli dalam berpidato, AM Sangadji juga memiliki mobilitas yang tinggi, tidak hanya di Maluku tempat asalnya, tetapi berkiprah hingga ke Borneo atau Kalimantan, Sulawesi dan tentu saja di Jawa," ujarnya.
Hingga pada 1920an di Samarinda, Kalimantan Timur, AM Sangadji mendirikan Balai Pengadjaran dan Pendidikan Rakjat (BPPR) serta mengelola Neutrale School untuk menampung anak-anak sekolah dari kalangan pribumi atau bumiputera.
"Berbagai upaya dan kegiatan terus diinisiasi agar salah satu tokoh perintis kemerdekaan Indonesia, Abdoel Moethalib (AM) Sangadji diberi gelar pahlawan Nasional oleh pemerintah," kata Ikhsan menjelaskan.
"Bagi orang Maluku pemberian gelar Pahlawan Nasional secara resmi oleh pemerintah kepada Jago Tua dapat menjadi pelipur lara di tengah kekecewaan politik dampak dari pembangunan nasional yang belum berpihak," katanya
Penghargaan melalui Keputusan Presiden Tentang Penganugerahan Pahlawan Nasional merupakan pengakuan pemerintah dan negara terhadap eksistensi perjuangan atau pengorbanan seorang putra bangsa yang terlahir dari tanah Maluku itu.
Sebelumnya Birokrat Kemendagri Asal Maluku, Muhammad Rivai Seknun dalam salah satu diskusi publik menekankan strategi merawat gelar kepahlawanan AM Sangadji setelah ditetapkan pemerintah.
Menurutnya, perlu langkah strategis dengan membangun narasi besar AM Sangadji pahlawan nasional menjadi Intelectual Property atau Kekayaan Intelektual. Harapannya, hal tersebut akan memberikan dampak keberlanjutan dari penetapan gelar kepahlawanan.
“Dengan membangun properti intelektual, dampak yang akan dirasakan nanti tidak hanya ahli waris dan keturunan AM Sangadji saja, melainkan masyarakat Maluku dan Indonesia secara umum," katanya
Ia menilai dengan begitu semua aspek yang berkaitan dengan semangat juang almarhum Sangadji akan memberikan keuntungan secara ekonomi, maupun sosial. Misalnya dengan membangun sekolah, fasilitas kesehatan, film dan berbagai hal lain tentang AM Sangadji.