Langgur (ANTARA) - Kelompok pemuda di Maluku Tenggara yang tergabung dalam komunitas Angkatan Muda Anti Hoaks (AMAH) mensinyalir ada upaya menjatuhkan tren keberhasilan pembangunan di wilayah tersebut dengan tudingan dan fitnah yang disebar ke publik.
Salah seorang tokoh muda Malra, Rizal Tukloy kepada Antara, Minggu (14/21) menyampaikan, informasi hoax dan aksi yang dilakukan oleh kurang lebih empat orang pemuda yang mengatasnamakan Forum Penyambung Lidah Masyarakat Maluku (FPLMM) pada hari Kamis (11/21) siang di depan kantor Kejati Maluku terkait dugaan korupsi Dana COVID-19 dan sejumlah Proyek di Malra adalah sekedar tuduhan tanpa bukti dan fitnah, serta memiliki tendensi tertentu.
Tukloy menyatakan mereka tidak punya bukti permulaan yang kuat yang dapat di jadikan sebagai dugaan, karena setiap tuduhan haruslah dibuktikan dengan alat bukti yang sah menurut hukum, tanpa itu tuduhan hanyalah sekedar tuduhan dan fitnah.
Ia menilai, gerakan tersebut hanyalah bagian dari Firehose of Falsehood atau semburan kebohongan atau fitnah, mereka sengaja menciptakan kegaduhan dan hanya ingin menjatuhkan popularitas Bupati Malra M Thaher Hanubun di tengah-tengah keberhasilan Pemda Malra dalam membangun daerah selama dua tahun terakhir.
Untuk penggunaan anggaran tahun 2020 sudah selesai di audit oleh Inspektorat dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) termasuk di dalam-nya dana COVID-19, jika ada indikasi korupsi maka sudah barang tentu ada temuan, jelasnya.
"Sangat tendensius sekali, terkesan hanya mencari-cari kesalahan dan punya niatan lain, banyak proyek yang secara fisik tidak selesai sampai 100 persen pada pemerintahan sebelum-nya, kenapa tidak dipermasalahkan, kenapa juga tidak di angkat, kenapa tebang pilih dalam menuduh," ujar Tukloy.
Pemuda lainnya, M. Taher Renleew di kesempatan yang sama mengecam pernyataan aksi tersebut yang telah melakukan fitnah terhadap ibu Eva Eliya Hanubun (isteri Bupati Malra).
"Ini fitnah bukan dugaan, mereka sebagai orang Kei telah melecehkan Ibu Eva Eliya Hanubun sebagai perempuan, yang mana sebagai orang Kei harus mengedepankan dan mejaga harkat dan martabat perempuan sebagaimana di atur dalam hukum adat Larvul Ngabal, "morjain fo mahiling' yang artinya menghormati merempuan dan di luhurkan, dan hukum "vat hanilit" atau perlindungan terhadap perempuan," terang Renleew.
Pernyataan mereka ketika aksi tersebut adalah fitnah dan tidak patut di jadikan sebagai dugaan, sebab dugaan itu haruslah dibuktikan dengan alat bukti yang sah menurut hukum, tanpa itu tuduhan hanyalah sekedar tuduhan dan fitnah belaka, tandas Renleew.
Mereka hanya membangun opini, menciptakan kegaduhan dan terkesan tendensius secara politik, bukan lagi gerakan anti korupsi, melainkan gerakan pelecehan terhadap perempuan dan penyebaran berita Hoax di depan umum, beber Renleew.
Oleh karena itu, kami berharap masyarakat Malra jangan mudah terprovokasi oleh para penyebar hoax dan aksi yang dilakukan oleh mereka yang mengatasnamakan penggiat anti korupsi.
"Namun, di lain sisi kami meyakini masyarakat Malra sudah cerdas dan tidak gampang terprovokasi oleh informasi yang menyesatkan, berbau fitnah, dan hoax," pungkas Renleew.