Ternate (ANTARA) - Kepolisian Resort (Polres) Kabupaten Halmahera Utara (Halut), Maluku Utara (Malut) menangani dua kasus kriminal yang menjadi perhatian masyarakat di daerah itu yaitu pencabulan anak kandung dan penganiayaan.
Kapolres Halmahera Utara AKBP Moh. Zulfikar Iskandar dihubungi di Ternate, Jumat mengatakan kasus penganiayaan menyebabkan korban meninggal dunia dan untuk pencabulan serta persetubuhan anak di bawah umur saat ini telah ditangani.
Ia memaparkan untuk kasus penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal bermula ketika ada acara pesta perkawinan yang kemudian terjadi pelemparan dan berujung salah paham.
Dia menjelaskan salah paham tersebut berujung penikaman terhadap korban atas nama Reinol Simon Djaena di Desa Wari, Kecamatan Tobelo Halmahera Utara.
Awalnya terjadi keributan di depan rumahnya, kemudian tersangka keluar dan melihat si korban dengan saudara Rita Mangadil sedang bertengkar.
Kemudian tersangka mendekatinya dan mencoba melerai pertengkaran tersebut.
Saat melerai tersangka sempat terjatuh di sekitar warung kemudian berdiri melihat sebilah pisau yang berada di atas meja warung.
"Tersangka kemudian memegang sebilah pisau dapur lalu mendekati si korban dan langsung ikut menikam korban pada bagian perut.
Untuk ancaman pidana sendiri pelaku penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia diancam pidana penganiayaan, mengakibatkan korban meninggal dunia dengan Pasal 351 ayat (2) dan ke-3 dan atau Pasal 338 KUHPidana dengan ancaman hukuman 15 tahun.
Kemudian untuk kasus pencabulan anak kandung yang dilakukan oleh RM (38) alias Ono terhadap kedua anak kandungnya berinisial di Kecamatan Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara.
Dirinya menyatakan pelaku menjalankan aksi bejat sekitar 2019 silam kepada anak pertamanya berinisial JM sejak duduk di bangku kelas dua SMP.
Kemudian putri keduanya berinisial GM dirudapaksa sejak 2021 yang saat itu juga masih berstatus pelajar dan baru kelas satu SMA.
Setiap pelaku menyetubuhi korban, selalu melakukan pemaksaan dan ancaman kekerasan dengan cara memarahi korban atau membentak apabila korban menolak.
Pelaku juga melakukan kekerasan dengan cara memukul korban. kadang menggunakan tangan, kadang menggunakan batang kayu, hingga ikat pinggang.
Kemudian pelaku memukul korban dan mengenai betis dan tangan korban, sehingga korban mengalami luka-luka bekas pukulan dari pelaku.
Modus yang digunakan pelaku juga sama mengancam dan memukul korban hingga mengalami luka-luka. Dan lokasi TKP sendiri ada di dalam rumah, samping rumah, bahkan di kebun.
Pelaku diancam dengan Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Jo. Pasal 76D dan Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Jo Pasal 285 KUHP dengan hukuman 15 tahun penjara ditambah sepertiga masa ancaman pidana karena korban merupakan anak kandung pelaku.