Ambon, 13/7 (Antara Maluku) - Puluhan anak-anak berusia sekitar 10-14 tahun ikut memeriahkan atraksi budaya "Baku Pukul Manyapu" yang digelar memeriahkan perayaan 7 Syawal 1437 Hijriah di Desa Mamala, Kecamatan Leihitu (Pulau Ambon), Kabupaten Maluku Tengah, Rabu.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, hanya pria dewasa yang tampil dalam atraksi tersebut, pada perayaan yang digelar di pelataran Masjid Al-Mutaqqin tersebut, anak-anak juga ikut serta meramaikannya.
Sambil menenteng seikat sapu lidi (batang daun pohon enau), puluhan bocah laki-laki bertelanjang dada itu, memulai atraksi mereka dengan mengitari pelataran masjid sebanyak tiga kali, kemudian berbaris sesuai warna celana pendek dan ikat kepala yang dikenakan, yakni merah dan putih.
Bocah-bocah bercelana pendek dan ikat kepala merah berdiri berhadapan dengan yang mengenakan putih.
Diringi irama tabuhan gendang oleh para tetua Desa Mamala, dengan gesit bocah-bocah berjumlah 34 orang itu saling bergantian mengayunkan batang lidi ke arah tubuh teman mereka yang bercelana dan ikat kepala berbeda.
Sekitar 30 menit lamanya mereka saling memukul. Bunyi keras sabetan lidi terdengar saat mengenai kulit tubuh yang telah memerah tetapi seolah tidak dirasakan. bocah-bocah itu tampak bersemangat. Tidak tampak kernyit kesakitan di wajah-wajah mereka.
Warga dari berbagai wilayah di Pulau Ambon yang memadati pelataran masjid tempat atraksi budaya tersebut digelar, tampak eforia. Mereka bersorak-sorai dan bertepuk tangan usai bocah-bocah tersebut tampil.
"Baku Pukul Manyapu adalah tradisi unik yang harus terus dijaga sebagai kekayaan budaya Maluku, tidak hanya menandai perayaan Idul Fitri, tapi juga bentuk dari perdamaian dan rasa persatuan. Atraksi ini dapat menjadi potensi pariwisata yang ikut meningkatkan pendapatan asli daerah kita," kata Bupati Maluku Tengah Abua Tuasikal saat membuka atraksi tahunan tersebut.
Baku Pukul Manyapu selalu ditampilkan setiap 7 Syawal atau perayaan hari ke tujuh Idul Fitri di Desa Mamala, dan desa tetangganya, Morela sejak abad 17 Masehi.
Menurut beberapa catatan sejarah, tradisi Pukul sapu di Negeri mamala diciptakan oleh Imam Tuni, tokoh agama setempat untuk merayakan keberhasilan membangun masjid pada 7 Syawal.
Sedangkan di Negeri Morela, tradisi unik ini dikaitkan dengan pertempuran Kapitan Tulukabessy dan pasukannya dalam mempertahankan Benteng Kapahaha dari serbuan tentara Hindia-Belanda pada abad ke-16 Masehi.
Konon untuk menandai kekalahan dan jatuhnya Benteng Kapahaha ke tangan musuh, pasukan Kapitan Tulukabessy saling mencabuk dengan lidi enau hingga berdarah.
Anak-Anak Meriahkan Atraksi Pukul Manyapu Mamala
Rabu, 13 Juli 2016 21:13 WIB