Ternate (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggandeng perbankan di Maluku Utara (Malut) untuk membahas masalah jasa keuangan dan waspada investasi bodong sekaligus menampung berbagai keluhan masyarakat.
"Tentunya setiap persoalan investasi dan masalah seputar jasa keuangan bisa disampaikan ke OJK, mulai dari perbankan dan perusahaan pembiayaan dan kalau ada pengaduan dari masyarakat karena pelayanan tidak dibenahi dan diutamakan akan ditindaklanjuti," kata Kepala OJK Sulutgomalut, Slamet Wibowo di Ternate, Senin.
Menurut dia, sesuai data dari 13 Kementerian/Lembaga terkait, jumlah perusahaan teknologi finansial peer-to-peer lending yang tidak terdaftar di OJK dan berpotensi merugikan masyarakat ada sebanyak 946 entitas sedangkan total yang telah ditangani sejak awal 2018 sampai September 2019 sebanyak 1.350 entitas.
OJK menyampaikan ciri-ciri tekfin ilegal, diantaranya tidak memiliki izin resmi, tidak ada identitas dan alamat kantor yang jelas, pemberian pinjaman sangat mudah, informasi bunga dan denda tidak jelas, bunga tidak terbatas, denda tidak terbatas, penagihan tidak batas waktu dan akses ke seluruh data yang ada di ponsel.
Slamet mengimbau kepada masyarakat agar mengajukan pinjaman kepada perusahaan peer-to-peer lending yang terdaftar di OJK.
Selain itu, ia mengimbau agar mengajukan pinjaman yang sesuai kebutuhan dan kemampuan. Selain itu pinjaman sebaiknya untuk kebutuhan yang produktif, fahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda dan risikonya sebelum memutuskan untuk melakukan pinjaman kepada perusahaan tekfin peer-to-peer lending.
Dia menyatakan pada September 2019 pihaknya telah menghentikan 49 entitas yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat, sehingga total yang dihentikan selama tahun 2019 sebanyak 226 entitas.
Pada kesempatan tersebut turut hadir Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Maluku Utara, Gatot Miftahul Manan.
OJK gandeng perbankan Malut bahas investasi bodong
Senin, 30 September 2019 15:08 WIB