Ambon (ANTARA) - Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Maluku menyatakan hasil pendataan keluarga yang dilakukan pada 2021 menunjukkan ada 147.657 kepala keluarga (KK) yang tersebar di 11 kabupaten/kota di provinsi itu masuk dalam kategori berisiko tengkes atau stunting.
"Jumlah ini merupakan hasil pendataan keluarga yang dilakukan BKKBN Maluku pada Mei 2021," kata Kepala BKKBN Provinsi Maluku, Charles Brabar di Ambon, Kamis.
Ia mengatakan daerah penyumbang penduduk risiko tengkes paling banyak adalah Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), yakni 37.000 KK.
Menurut dia, kondisi ini sangat mengkhawatirkan dan BKKBN memiliki tugas cukup berat, sebab waktu tinggal tiga tahun untuk mengejar target penurunan kasus tengkes secara nasional menjadi 14 persen pada 2024. "Artinya, kasus tengkes di Maluku sekitar 28 persen, dan harapan Gubernur Maluku melalui instansi terkait harus bekerja keras untuk turun sampai 20 persen pada 2024," ujar Charles.
Ia mengatakan dengan kondisi sekarang ini harus diantisipasi dengan cepat oleh semua pemangku kebijakan. Faktor risiko tengkes jangan dilihat dari satu sisi saja, karena ada beberapa indikator yang menyebabkannya, di antaranya sanitasi keluarga terutama akses air bersih, rumah tidak layak yang menimbulkan keluarga tidak sehat. Selain itu, juga menyangkut pola makan atau pola hidup, apa yang mereka pakai, sandang dan pangan.
"Itu semua merupakan indikator dan hal ini dilihat dari kacamata BKKBN merupakan risiko," katanya.
Baca juga: Pemkot Ambon tambah lokus penanggulangan kekerdilan, dorong hidup sehat
Charles mengatakan Gubernur Maluku Murad Ismail mengharapkan semua instansi terkait, termasuk BKKBN Maluku untuk bekerja keras guna menurunkan angka tengke di daerah itu. Ibu Gubernur Maluku Widya Murad selaku Ketua Duta Parenting dan Ketua Penggerak PKK juga berharap semua sektor dapat melakukan aksi dengan serius guna menurunkan angka tengkes.
"Kalau kita atasi dengan baik, risiko tengkes akan turun, sebab ini risiko keluarga yang akan terjadi tengkes, keluarga miskin, dan risiko yang berindikasi kepada anak-anak yang tidak mengecap pendidikan nanti," ujarnya.
Menurut dia, data keluarga risiko tengkes tersebut, bisa dipadukan dengan Kementerian PUPR untuk melakukan survei lapangan guna mendata nama maupun alamat, sehingga bisa dilihat benar-benar keluarga yang harus dibantu huniannya, sanitasinya, terutama akses air bersih.
" Pada 2022 sudah dilakukan kerja sama PUPR dengan BKKBN di Jakarta, dan sekarang semua provinsi mulai melakukan pendampingan di lapangan. Untuk Maluku, BKKBN juga terlibat dengan PUPR, karena data ini yang akan dipakai untuk melihat nama dan alamat pada saat pendataan oleh kader di daerah masing-masing," kata Charles.
Data keluarga risiko tengkes di Maluku dikumpulkan oleh kader-kader di daerah berdasarkan nama dan alamatnya. "Jadi, pendataan ini dilakukan per keluarga akan disesuaikan, misalkan dalam satu keluarga bisa ditemukan dua sampai tiga orang yang mengalami tengkes, apa yang mereka nikmati, apalagi hidup satu rumah ini yang menjadi beban, dan ini yang dinyatakan sebagai keluarga berisiko," katanya.
Baca juga: Ambon laksanakan Dashat dan Dakdikduk untuk turunkan kasus kekerdilan, begini penjelasannya
Baca juga: Anggota DPRD Kota Ambon sosialisasi kekerdilan, butuh kepedulian sosial
BKKBN: 147.657 KK di Maluku berkategori risiko tengkes atau stunting, begini penjelasannya
Kamis, 17 Maret 2022 14:12 WIB