Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengungkapkan bahwa masih banyak putusan hukum kasus lingkungan hidup yang belum bisa dieksekusi.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dia Rasio Ridho Sani mengatakan bahwa selama periode 2015 sampai 2022 kementerian menyampaikan 31 gugatan perkara lingkungan hidup dan 21 di antaranya sudah mendapat putusan pengadilan inkrah atau punya kekuatan hukum tetap.
Baca juga: PLN raih delapan penghargaan Proper Emas dan 20 Proper Hijau dari KLHK
"Kalau kita bicara denda kerugian lingkungan yang sudah masuk kepada negara melalui Ditjen Gakkum itu kurang lebih Rp440 miliar yang masuk PNBP (penerimaan negara bukan pajak). Tapi masih banyak putusan pengadilan yang belum bisa kita eksekusi, Rp20,79 triliun (nilai dendanya)," kata dia.
Ia mengemukakan bahwa putusan-putusan hukum perkara lingkungan hidup yang sudah inkrah antara lain belum bisa dieksekusi karena masalah kapasitas dan komitmen eksekutor.
KLHK telah mengirimkan surat ke pengadilan negeri untuk mendorong percepatan eksekusi putusan hukum perkara lingkungan hidup yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Baca juga: Pemodal di tambang emas ilegal jadi tersangka, begini penjelasan KLHK
"Tentu saja kita mengharapkan dukungan Komisi IV bagaimana percepatan eksekusi putusan perdata yang sudah dilakukan oleh KLHK. Karena eksekusi kasus pidana dilakukan oleh jaksa," kata Rasio Ridho.
Ia menambahkan, dana denda dari eksekusi putusan perkara lingkungan hidup yang masuk ke penerimaan negara bukan pajak akan digunakan untuk mendukung upaya pemulihan lingkungan.
Baca juga: KLHK: Pengusaha kayu jadi tersangka baru kasus pembalakan liar, berantas kejahatan lingkungan