Ambon (ANTARA) - Penyidik PPA Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Maluku menetapkan mantan Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) DSK sebagai tersangka kasus pelecehan seksual terhadap bawahannya sendiri.
"Kami sudah melaksanakan gelar perkara pada hari Selasa (8/8) untuk penetapan tersangka terhadap mantan Kadis P3A itu," kata Direktur Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Maluku Kombes Pol. Andri Iskandar di Ambon, Kamis.
Setelah melakukan penetapan tersangka, kata Andri, mantan Kadis P3A ini akan kembali diperiksa pada hari Jumat (11/8).
"Kami akan melakukan kembali pemeriksaan tersangka pada hari Jumat besok," ujarnya.
Disebutkan pula bahwa DSK dikenai Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Pasal ini menyebutkan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang, memaksa atau dengan penyesatan menggerakkan orang itu untuk melakukan atau membiarkan dilakukan persetubuhan atau perbuatan cabul dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta.
Diberitakan sebelumnya bahwa pegawai DP3A diduga dilecehkan oleh kepala dinasnya sendiri. Bahkan, perbuatan asusila itu telah berlangsung selama tiga kali pada bulan Juli 2023.
Sebelumnya, Kapolda Maluku memastikan kasus pelecehan seksual itu ditangani secara profesional.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Maluku Sadali Le mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan melalui tim penegakan disiplin (TPD) terkait dengan kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Maluku DSK terhadap staf di dinas tersebut.
Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Maluku David Soleman Katayane (DSK) juga sudah mengajukan surat pengunduran diri setelah kasus dugaan pelecehan terhadap staf atau bawahannya mencuat ke permukaan.
"Keputusan ini saya lakukan dengan sadar dan tanpa paksaan dari pihak mana pun setelah melalui pertimbangan yang matang. Saya merasa bahwa ini keputusan yang tepat secara pribadi, terlebih khusus dalam menjaga kewibawaan Pemerintah Provinsi Maluku yang saya cintai," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Ambon, Kamis (20/7/2023).
Surat tersebut ditujukan kepada Gubernur Maluku Murad Ismail dengan tembusan ke Sekretaris Daerah (Sekda) dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD).