Ternate (ANTARA) - Aktivis wahana lingkungan hidup (Walhi), Maluku Utara (Malut) meminta agar Pemkab Pulau Taliabu, Maluku Utara (Malut) mengantisipasi adanya pengrusakan mangrove dan hutan bakau di kawasan Wayo, Taliabu.
"Fungsi utama hutan mangrove adalah melindungi pesisir dari dampak abrasi dan intrusi tanah, bahkan pembabatan hutan mangrove yang terjadi di Desa Wayo, Pulau Taliabu telah menghancurkan dimensi social ekologis di sekitarnya," kata aktivis Walhi Malut, Kuswandi Buamona di Ternate, Senin.
Bahkan, pembabatan hutan mangrove yang terjadi di Taliabu juga telah menghancurkan dimensi sosial ekologis di sekitarnya.
Dia menyatakan, tindakan tersebut merupakan bentuk tindakan pidana lingkungan. Dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan UU nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dalam pasal 35 huruf e menjelaskan bahwa setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan ketentuan tindak pidana.
Selain itu, sesuai dalam pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 dan paling banyak Rp10.000.000.000,00.
"Saya meminta kepada pemerintah daerah Kabupaten Pulau Taliabu untuk bertindak tegas terhadap pengerusakan mangrove ini melalui upaya hukum, sebab kegiatan ini yang telah mengabaikan keberlanjutan lingkungan yang berdampak pada masyarakat sekitar dan melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan," jelasnya.
Oleh karena itu, dia meminta kepada Polres Kepulauan Sula dan Polsek Taliabu Barat untuk segera melakukan penyelidikan atas kasus pengrusakan mangrove di jalan talo, desa wayo sebab, tindakan pembabatan hutan mangrove adalah nyata merupakan pidana lingkungan.