Ambon (ANTARA) - DPRD Kota Ambon, Provinsi Maluku, menyetujui rencana pemerintah daerah setempat menaikan tarif angkot, namun besaran kenaikan maksimal harus mencapai 35 persen.
''Berdasarkan hasil rapat bersama Dishub, kami sepakat dengan kenaikan tarif angkot tidak boleh lebih dari 30 persen untuk daerah-daerah landai, dan maksimal 35 persen untuk daerah yang bertanjakan. Itu angka yang sudah tidak bisa dihindari lagi," kata Wakil Ketua II DPRD Kota Ambon, Rustam Latupono di Ambon, Senin.
Ia mengatakan kenaikan tarif angkutan umum tidak bisa dihindari lagi akibat dihapuskannya BBM jenis premium di Kota Ambon. Seperti diketahui kondisi geografis Kota Ambon berbeda-beda dan didominasi daerah perbukitan, sehingga tarif angkot berbeda untuk masing-masing trayek.
Rustam menjelaskan, untuk angkot yang jalur trayeknya landai tarifnya tidak diperbolehkan naik lebih dari 30 persen. Sementara untuk yang jalurnya tanjakan, itu diperbolehkan 35 persen.
"Ini adalah jalan tengah yang kita ambil, dan Karena yang jalurnya tanjakankan cukup membutuhkan bahan bakar yang banyak, jadi maksimal 35 persen," ujarnya.
Baca juga: Pemkot Ambon penyesuaian tarif angkot baru, begini penjelasannya
Meski demikian, kenaikan tarif angkot pada umumnya tidak boleh lebih dari 30 persen. "Ada yang 25 persen, 26, hingga 27 saja. Karena kalau menghitung seluruh angka kofisien berdasarkan penentuan tarif, itu dia sangat tinggi. Karena harus menghitung biaya bahan bakar, dan lain-lain," ucapnya.
Rustam menerangkan, meskipun DPRD dan Pemkot Ambon menyepakati kenaikan tarif angkot, tetapi harus memikirkan biaya pengeluaran supir angkot serta masyarakat pada umumnya. "Jadi tarif angkot naik, tapi dengan angka yang berpihak pada pengemudi angkot, pemilik angkot, serta masyarakat," demikian Rustam.
Sebelumnya, Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy pada pekan lalu mengumumkan akan melakukan penyesuaian tarif angkot yang akan diberlakukan pada 7 September 2021. Kenaikan tarif dilakukan karena kebijakan nasional penghapusan BBM jenis premium di Kota Ambon, dan dialihkan ke jenis Pertalite harga khusus (PLK) yang harganya lebih tinggi dari premium.
"Selisih harga premium dan pertalite berkisar Rp1400-1.600, sehingga ditempuh kebijakan agar pemilik kendaraan, pengemudi dan masyarakat juga tidak dirugikan," ujar Richard.
Secara aspiratif, menurut dia, pihaknya mau menyurat kepada Pertamina, jika dibolehkan kebijakan penghapusan premium dimulai 1 Januari 2021. "Tetapi mulai September 2021, kebijakan Pertamina secara nasional premium itu sudah ditarik. Jika sudah ditarik, lalu kita mau isi premium bagaimana," katanya.
Baca juga: Pemkot Ambon rampingkan trayek Angkot, tertibkan layanan